JOMBANG, KN – Suasana di Masjid Agung Jannatul Fu’adah Polres Jombang usai salat Jamaah dzuhur pada hari Kamis (20/10) lalu seperti biasa diisi Kultum, kali ini jadwal Kultum disampaikan KH. Fahmi Amrullah, yang juga Pengasuh Pondok Pesatren Tebuireng Jombang, dalam Kultumnya Gus Fahmi mengajak para jamaah untuk menjadi uswatun hasanah, karena yang hadir dan ikut jamaah adalah notabene para da’i dan penceramah, “Semua yang hadir di Masjid ini adalah para da’i dan para penceramah, paling tidak dai untuk dirinya sendiri, karena itu, mari kita memperbanyak menjadi uswatun hasanah,” ajak Gus Fahmi dalam kultumnya.
Cucu pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama ini menceritakan, bagaimana yang dicontohkan sulthonul auliya Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani, kata katanya sederhana dan mudah dipahami dapat membuat orang menangis, “Dalam berda’wah Sulthonul Auliya kata katanya sederhana, tetapi bisa dipahami semua orang, suatu ketika putra Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani yang begitu cerdas, begitu banyak referensi kitab kitabnya ingin diberi kesempatan untuk ceramah, “ tutur Gus Fahmi menceritakan.
Putra Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani ini memang tidak diragukan lagi kecerdasannya, lanjut Gus Fahmi, “Beliau berfikir seandainya diberikan kesempatan berceramah maka jamaah akan dibuat menangis, suatu hari akhirnya dia diberi kesempatan berceramah, kata katanya begitu bagusnya, referensinya begitu lengkap, tetapi ternyata para jamaah tidak ada yang menangis, dia pun heran kenapa Jamaah tidak ada yang menangis, “lanjutnya.
“Kemudian Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani berdiri, beliau hanya menceritakan bahwa, tadi malam istriku menghidangkan ayam panggang, tetapi belum sampai dimakan sudah diserobot Kucing, kata Syaikh dengan bahasa yang sederhana, mendengar itu jamaah pun menangis,” kata Gus Fahmi meneruskan ceritanya.
Dari cerita tersebut, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng ini menjelaskan bahwa berdakwah itu bukan hanya sekedar mauidhoh hasanah tetapi lebih dari itu, apa yang disampaikan harus bersumber dari hati yang bersih, “Kita berdakwah ini bukan hanya sekedar mauidhoh hasanah, tetapi semua itu harus berasal dari hati yang bersih, hati yang ikhlas, Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani mencontohkan karena itu banyak para jamaah yang menangis ketika beliau memberi nasehat, karena memang bersumber dari hati,” jelas Gus Fahmi lagi.
Dzuriyah pendiri NU ini juga prihatin jika sampai mauidhoh hasanah hanya menjadi hiburan, lucu – lucuan, yang diingat kelucuan mubalighnya, “Sekarang mauidhoh hasanah menjadi hiburan, yang diingat pesan lucu mubalighnya saja, makanya kenapa banyak sekali majelis dakwah, tetapi kemasiatan semakin banyak. Karena ternyata apa yang disampaikan tidak berasal dari hati. Lisanul maqol jangan sekedar menjadi hiburan, lucunya yang didahulukan, “kata Gus Fahmi prihatin.
Ditambahkan, saking hati hatinya jangan sampai berdakwah hanya sebatas lucunya saja yang diingat, kini ada dakwah sholawatan saja, “Sekarang juga ada yang mengajak sholawatan ini mungkin saking hati hatinya, yang penting apa yang disampaikan berasal dari hati yang bersih, hati yang baik, hati yang ikhlas, banyak Ulama Ulama yang menyampaikan kata kata dengan sederhana ternyata lebih dipahami oleh para jamaah, “tambahnya lagi.
Selain Kultum setiap usai salat dzuhur, ada juga kegiatan keagamaan yakni Bimrohtal (Bimbingan Rohani dan Mental) kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali usai salat dhuha. (mu)