JOMBANG | KABARNAHDLIYIN.COM – Wacana menjadikan Kabupaten Jombang sebagai Ibu Kota Nahdlatul Ulama (NU) kembali mencuat dan kini menjadi salah satu opini terpanas di kalangan masyarakat santri. Diskusi literasi yang menghadirkan tokoh-tokoh NU, akademisi, aktivis, hingga pejabat daerah menyulut perdebatan publik mengenai kelayakan Jombang sebagai pusat identitas NU.
Dalam forum tersebut hadir Ketua PCNU Jombang KH Fahmi Amrullah Hadziq, akademisi NU H. Abdul Wahab, kader muda NU Ust. H. Muhtazuddin, SH, tokoh LSM Bangkit Hadi S, serta Kepala Bappeda Jombang Danang Praptoko. Mereka kompak menyatakan dukungan awal, namun tetap menekankan perlunya konsep strategis agar wacana ini tidak berhenti sebagai jargon politik.
Danang Praptoko kepala dinas BAPPEDA Jombang menyambut baik gagasan itu.
“Kami menyambut baik wacana yang disampaikan kawan-kawan tim JIKNU. Silakan ajukan konsepnya, nanti akan kami pelajari bersama,” ujarnya di Kantor Bappeda Jombang.
Sementara Muhtazuddin menilai wacana JIKNU bukan hal baru, melainkan ide lama yang kini menemukan momentum politiknya.
“Mayoritas masyarakat Jombang adalah warga NU. Selain itu, banyak tokoh pendiri NU lahir di sini: Mbah Hasyim Asy’ari, Mbah Wahab Chasbullah, Mbah Bisri Syansuri, hingga Gus Dur. Jadi wacana ini wajar saja,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa wacana tersebut perlu diwujudkan dalam simbol fisik.
“Harapan saya Jombang sebagai Ibu Kota NU harus ditandai dengan sebuah tugu prasasti di pusat kota,” tandasnya.
Akademisi Abdul Wahab menekankan aspek politik dan partisipasi elite NU.
“Bagus saja jika wacana JIKNU diarahkan menjadi keputusan politik. Namun perlu melibatkan tokoh-tokoh elit NU agar lebih matang,” tegasnya.
Dukungan paling tegas datang dari Ketua PCNU Jombang, KH Fahmi Amrullah Hadziq.
“Akar NU berasal dari Jombang, dan semua masyarakat tahu bahwa Jombang mayoritas warganya NU. Jika ada persoalan kebangsaan di Jombang, gaungnya bisa terdengar luas,” kata Gus Fahmi di kediamannya, Pesantren Tebuireng.
Tokoh LSM Bangkit, Hadi S, menyoroti aspek global. Menurutnya, jika Jombang menjadi Ibu Kota NU, maka namanya akan mendunia.
“Dampak positifnya sangat banyak, baik di bidang pendidikan pesantren, sosial-ekonomi, hingga pariwisata. Jombang akan menjadi magnet investasi pendidikan dan wisata religi,” ujarnya.
Gagasan Jombang sebagai Ibu Kota NU (JIKNU) kini menjadi bola panas. Di satu sisi, sejarah, kultur, dan basis sosial mendukung penuh. Di sisi lain, tantangan politik, infrastruktur, dan konsensus nasional masih perlu diperjuangkan.
Apabila wacana ini mampu dirumuskan menjadi keputusan politik bersama, maka Jombang berpeluang besar tampil bukan hanya sebagai Kota Santri, tetapi juga sebagai ikon peradaban NU dunia. (*)












