JOMBANG, KN – KH. Cholil Yahya Staquf, Ketua PBNU dengan tegas NU tidak lagi mengurusi politik praktis, pernyataan ini dilontar Kiai Yahya sejak beliau menjadi Ketua PBNU. Pernyataan tegas ini menjadi semangat baru bagi warga NU terlihat pada peringatan 1 Abad NU di Kota Sidoarjo, “Kita bisa melihat dan merasakan disini senyum semangat warga NU benar benar berbeda dari biasanya, terlihat senyum itu seperti lepas dari kekangan yang dirasakan warga NU selama ini mungkin,” kata peserta jamaah 1 Abad NU dari Kabupaten Jombang.

Berkali kali Gus Yahya dalam sebuah kesempatan mengatakan, bahwa keputusan Muktamar NU, telah menetapkan bahwa NU telah kembali ke Khittah 1926, ini artinya NU tidak mengurusi politik praktis, “Sebetulnya kalau kita mau baca saja keputusan keputusan Muktamar tidak ada orang bingung, baca itu rumusan tentang Khittah Nahdliyah, hasil Muktamar ke 27 tahun 1984 di Situbondo. Baca itu keputusan 9 pokok pedoman berpolitik bagi warga NU, hasil Muktamar ke 28 tahun 1999 di Krapyak Jogyakarta ada semua tinggal baca dan jelas tidak butu sharah sudah,” kata Gus Yahya.
Terkait Partai yang merasa paling NU menurut Gus Yahya hanya mendapat suara dibawah 10 persen, ini membuktikan bahwa warga NU tidak kemana-mana tetapi berada dimana mana, “Disemua partai itu sebetulnya ada keterlibatan NU dan warga NU, warga NU ini tersebar di beberapa partai yang ada, partai yang katanya mengklim paling NU itu, itu Cuma kurang dari 10 persen, padahal warga NU itu lebih dari 50 persen dari warga Muslim di Indonesia, nah masak kita ngurusi yang kurang dari 10 persen, terus 40 persen tidak kita urus,” kata Gus Yahya lagi.
Al-Maghfurlah KH. Hasyim Muzadi, (mantan Ketua PBNU) pernah menjelaskan bahwa, dirinya ketika menjadi Ketua PBNU pernah melakukan perjanjian dengan Al-Maghfurlah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam rangka gerak langkah perjuangan NU dan PKB, tujuannya adalah untuk menjaga Khittah NU dan manhaj (pemikiran) NU, agar tidak selalu berfikir politik praktis. Karena NU memiliki tujuan besar yakni politik kebangsaan dan Islam Rahmatan lil Alamin Alaa Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah.
Kata KH. Hasyim Muzadi, menirukan dawuhnya Gus Dur, “Saya yang ngurusi NU, Gus Dur yang ngurusi PKB, karena Gus Dur sekalian mau jadi Presiden,” kata Kiai Hasyim, menirukan dawuh Gus Dur. Kedua Tokoh besar NU ini pun lalu berjuang pada ril masing masing, “Saya jawab, Ya Gus, setuju saya kalau begitu, jadi saya akan mengurusi NU, dan saya tidak akan menjadi Pengurus PKB, Gus Dur yang mengurusi PKB tidak akan menjadi Pengurus NU, supaya manhaj ini selamat sudah salaman, saya mengurus NU, Gus Dur mengurus PKB,” tiru Kiai Hasyim Muzadi lagi.
Hingga beliau meninggalkan kita semua, Kiai Hasyim tidak menjadi Pengurus PKB, hanya saja beliau sangat peduli dengan kader NU di PKB, maka beliau setiap pemilu membantu kemenangan PKB. Hebatnya beliau hanya ikut membantu kemenangan PKB, tanpa membawa NU menjadi PKB.
Kiai Hasyim Muzadi, juga menjelaskan bagaimana kesepakatan beliau dengan Gus Dur ketika PKB menang, dawuh Gus Dur seperti ditirukan Kiai Hasyim, “Dulu janjiannya dengan Gus Dur, anggota DPR dari PKB atau Kader NU nanti kalau sudah di Pemerintahan, di Parlemen untuk masalah strategi Negara berembuk saja sama Kiai kiai NU, bukan memimpin, tetapi sekarang itu berembuknya tidak ada ya sudah pokoknya wassalam wala kalam, sekarang lagi PKB kepingin mimpin NU ini salah besar, kalau PKB ingin memimpin NU maka yang pertama kali rusak adalah Manhaj Nahdliyah, setiap pemilu NU sudah mau mencoblos, ada apa Manhaj ini harus dikooptasi, langkah ini sangat berbahaya,” kata Al Maghfurlah KH. Hasyim Muzadi.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang kala itu juga sempat mengajak ulama ulama merenung akan nasib NU ke depan, “Saya mohon sekali supaya direnungkan sama ulama ulama, karena ulama ulama ini dipimpin sama anak anak, dikumpulkan dipidatoni, ini bagaimana kok di-pidato-ni, akhirnya menjadi Nahdlatul Kanak kanak tidak lagi Nahdlatul Ulama, jangan begitu, ilmu ulama ini harus wujud menjadi risyatul ulama. NU harus di-Khittah-kan kembali kalau tidak, maka NU tidak ada harganya sama sekali nanti di muka ummat Muhammad Rasulillah SAW,” kata Kiai Hasyim.
Ditambahkan, bahwa tujuan gerakan NU lebih besar adalah mewujudkan mabadi’ khairah ummah, “Masalah masalah yang selanjutnya diputuskan adalah NU bergerak pada mabadi’ khoiroh umat, ekonomi, pendidikan diurus kembali, karena sudah sekalian tidak terurus,” tambah Kiai Hasyim kala itu. (Abu Rani)
Berikut Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU
1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
2. Politik bagi NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah langkah yang senantiasa menjujung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita cita barsama, yang terwujud masyarakat yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehiduoan akhirat.
3. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggungjawab untuk mencapai kemaslahan bersama.
4. Berpolitik bagi NU harus dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, menjujung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, sesuai dengan peraturan dan norma norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.
6. Berpolitik bagi NU dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.
7. Berpolitik bagi NU dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi – aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga dalam politik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan NU.
9. Berpolitik bagi NU menurut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat menyalurkan aspirasi serta berpatisipasi dalam pembangunan.
Keputusan Muktamar NU ke 28 di Krapyak Yogyakarta.