Foto: Hanya ilustrasi
Oleh:
H. Ikhsan Effendi
Wakil Ketua Syuriah DPP NAAT
(Naqobah Ansab Auliya Tisah)
JOMBANG | KABARNAHDLIYIN.COM – Dalam perjalanan panjang Islam, tasawuf menjadi elemen penting dalam membentuk dimensi spiritual umat. Di Indonesia, Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) hadir sebagai organisasi yang mengawal eksistensi tasawuf dan thariqah yang mu’tabarah (terverifikasi sanad dan manhaj-nya). Di tengah tantangan era modern dan digital, eksistensi tasawuf melalui JATMAN tetap menunjukkan relevansinya sebagai perekat sosial, penyejuk batin, dan penuntun moral.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
> “إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ”
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Hadis ini menjadi dasar penting bagi ajaran tasawuf, yang secara esensial bertujuan membentuk manusia yang berakhlak dan mendekat kepada Allah SWT.
Sejarah dan Identitas JATMAN
JATMAN secara resmi didirikan pada tanggal 10 Rabiul Awwal 1377 H / 10 Oktober 1957 M dalam Muktamar NU ke-21 di Medan. Organisasi ini merupakan jam’iyyah (perkumpulan) para pengamal thariqah yang mu’tabarah, yaitu thariqah yang memiliki sanad bersambung sampai kepada Rasulullah SAW, serta berpijak pada syari’at yang benar.
Tujuan JATMAN sebagaimana tercantum dalam AD/ART-nya adalah:
> “Menghimpun para pengamal thariqah mu’tabarah dalam suatu ikatan organisasi yang bertujuan mengembangkan, membina dan menjaga kemurnian ajaran tasawuf.”
Konsep Tasawuf dalam Islam
Tasawuf atau sufisme adalah bagian dari khazanah Islam yang fokus pada penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan pendekatan batin kepada Allah. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din menegaskan:
> “التصوف هو الخلق فمن زاد عليك في الخلق زاد عليك في التصوف”
“Tasawuf itu adalah akhlak. Maka siapa yang lebih baik akhlaknya darimu, maka ia lebih sufi daripada dirimu.”
Tasawuf bukanlah sekadar ritual zikir, tetapi jalan panjang menuju kesucian hati, keikhlasan amal, dan cinta kepada sesama makhluk sebagai cermin cinta kepada Sang Khalik.
Peran Sufi dan JATMAN di Era Kekinian
1. Penyeimbang Arus Materialisme
Era kekinian ditandai oleh derasnya arus hedonisme, konsumerisme, dan sekularisme. Dalam konteks ini, para sufi yang tergabung dalam JATMAN berperan mengajak umat kembali kepada nilai-nilai spiritualitas Islam. Majelis zikir, manaqib, dan suluk menjadi oase di tengah keringnya ruhani umat.
Sebagaimana firman Allah SWT:
> “أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ”
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
2. Menjaga Moderasi dan Toleransi
Tasawuf mengajarkan keseimbangan antara lahir dan batin, antara hak Allah dan hak sesama. JATMAN sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama turut menjaga wasathiyah (moderasi) dan ukhuwah dalam kehidupan beragama dan berbangsa.
Tokoh sufi dunia seperti Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki bahkan menyebut tasawuf sebagai benteng dari radikalisme karena menekankan kelembutan dan kasih sayang (mahabbah).
3. Memanfaatkan Media Digital untuk Dakwah
JATMAN kini mulai merambah media sosial untuk dakwah: kajian thariqah, live streaming manaqib, hingga podcast sufistik. Hal ini menunjukkan bahwa tasawuf bukan ajaran kuno, tetapi sangat kontekstual dengan kebutuhan ruhani modern.
Tantangan dan Harapan
Tantangan:
Stigma negatif terhadap thariqah sebagai bid’ah atau tahayyul.
Masuknya ajaran pseudo-sufistik tanpa sanad keislaman yang sahih.
Perang narasi di media sosial oleh kelompok ekstrem.
Harapan
JATMAN menjadi pionir gerakan tasawuf digital.
Memperkuat kaderisasi murid dan mursyid thariqah yang berwawasan kebangsaan.
Meningkatkan peran JATMAN dalam rekonsiliasi sosial di tengah polarisasi politik.
Tasawuf dan thariqah mu’tabarah bukanlah masa lalu Islam, tetapi masa depan yang menjanjikan kedamaian, keseimbangan, dan pencerahan. Di tengah dunia yang kian bising dan gaduh, JATMAN hadir sebagai penjaga keheningan batin, penguat spiritual, dan penggerak Islam yang rahmatan lil alamin.
> “وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ”
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
(QS. As-Sajdah: 24)
Daftar Pustaka
1. Al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin. Kairo: Darul Ma’arif.
2. Al-Qur’anul Karim. Mushaf Al-Madina.
3. Sahih Muslim, Kitab Fadhail.
4. KH. Said Aqil Siradj. Tasawuf sebagai Kritik Sosial. Jakarta: Mizan, 2009.