10 Tahun Kasus Korupsi Dana Desa Tampingmojo Terpendam — Syariat Islam Tegaskan Larangan Ghulul

JOMBANG — KABARNAHDLIYIN.COM
Kasus dugaan korupsi Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2015 di Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, kembali mencuat setelah satu dekade. Polres Jombang memastikan tengah melakukan langkah serius untuk menuntaskan perkara yang telah berstatus P19 dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang tersebut.

Kapolres Jombang, AKBP Ardi Kurniawan, melalui Kasatreskrim AKP Margono Suganda, menegaskan bahwa pihaknya terus bekerja untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.

“Kasus dugaan korupsi proyek DD yang menyeret TSK MN menjadi atensi serius kami. Kami tengah melengkapi BAP sesuai petunjuk P19, dengan meminta keterangan ahli serta instansi terkait proyek tersebut. Kami bekerja sungguh-sungguh untuk mendapatkan kepastian hukum,” ujarnya.

Penyidik menyebutkan, petunjuk P19 dari Kejari kini sedang dilengkapi secara menyeluruh. Pemeriksaan kasus ini sebenarnya telah dimulai sejak 2017, dan Polres berkomitmen untuk menuntaskannya.

Langkah kepolisian diperkuat oleh Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHP PKKN) dari Inspektorat Kabupaten Jombang. Audit terhadap proyek pembangunan jalan rabat beton dengan anggaran Rp115.000.000 mengungkap pelaksanaan proyek di luar ketentuan perundangan desa.

Proyek tidak dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) sebagaimana mestinya.

Laporan realisasi dan RAB tidak dapat ditunjukkan oleh LPMD.

Aliran dana proyek juga dinilai tidak transparan, melibatkan sejumlah perangkat desa seperti Mujarwo (Bendahara Desa) dan Sunarno (Ketua LPMD saat itu). Sementara MN disebut sebagai pihak penerima dana dan pelaksana proyek tanpa mekanisme resmi, bahkan menggunakan dana pribadi di luar RAB.

Keterangan dari Suajar Iswantoro, Ketua LPMD yang sah, menguatkan bahwa tidak pernah ada pelimpahan pekerjaan kepadanya. Fakta ini menegaskan bahwa pelaksanaan proyek dilakukan oleh pihak-pihak tertentu secara tidak sah.

Dari sisi hukum negara, tindakan penyimpangan Dana Desa ini berpotensi sebagai Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan dasar audit kerugian negara. Sementara itu, dalam perspektif syariat Islam, korupsi merupakan bentuk ghulul (pengkhianatan terhadap amanah) dan termasuk dosa besar.

Allah SWT berfirman:

“Barang siapa berkhianat terhadap harta rampasan (ghulul), maka pada hari kiamat ia akan datang dengan membawa apa yang dikhianatkannya itu…”
(QS. Ali Imran: 161)

Korupsi terhadap dana umat — dalam hal ini Dana Desa — bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan juga pengkhianatan terhadap amanah publik. Dalam fiqh siyasah, pejabat atau pelaksana dana publik yang menyalahgunakan wewenang wajib dimintai pertanggungjawaban secara tegas dan transparan, untuk menjaga kemaslahatan masyarakat.

Kasus Tampingmojo ini menjadi cermin penting dalam pengawasan Dana Desa. Program pembangunan desa seharusnya memberi manfaat nyata bagi masyarakat, bukan dijadikan lahan penyimpangan segelintir pihak.

Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan berjalan, serta memastikan setiap rupiah Dana Desa kembali ke tangan umat dan digunakan sebagaimana mestinya. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *