Oleh: Redaksi Kabar Nahdliyin
MALANG | KABARNAHDLIYIN.COM – Organisasi keturunan Walisongo, Naqobah Ansab Auliya’ Tis’ah (NAAT), menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) selama dua hari, 2–3 Agustus 2025, di Kota Malang, Jawa Timur. Seluruh pengurus NAAT dari berbagai daerah hadir dalam forum penting ini untuk meneguhkan kembali arah gerakan organisasi dalam menjaga marwah Walisongo serta merespons dinamika sosial-keagamaan Indonesia secara arif dan bijaksana. Sabtu (02/08/2025)
Dengan mengusung tema “Merawat Warisan, Menjaga Keseimbangan Umat”, Mukernas NAAT tahun ini menegaskan pentingnya posisi netral dan moderat organisasi di tengah derasnya tarik-menarik kepentingan, ideologi, dan ormas yang berpotensi memecah belah umat Islam.
Ketua Umum NAAT, KH. Izamudin Sholeh, dalam pidatonya mengatakan bahwa NAAT tidak akan menjadi perpanjangan tangan dari kekuatan manapun, melainkan berdiri sebagai penjaga nilai-nilai Islam wasathiyah (tengah) sebagaimana yang diajarkan Walisongo.
“Kami menjaga jarak yang sama dengan semua organisasi. Bukan karena tidak peduli, tetapi karena kami ingin menjadi perekat, bukan pemecah. NAAT bukan alat kepentingan, tetapi pewaris hikmah para walisongo, ” tegasnya.
Menghimpun, Bukan Menghadap-hadapkan
NAAT didirikan sebagai lembaga nasab dan spiritual yang mewadahi keturunan Walisongo, tokoh-tokoh penyebar Islam yang telah menanamkan akar Islam rahmatan lil ‘alamin di Nusantara. Warisan ini, menurut sekretaris Syuriah NAAT KH Abd Hamid Mujib, bukan hanya berupa silsilah keluarga saja, tetapi juga metodologi dakwah yang menekankan kelembutan, akhlak, dan kearifan lokal.
NAAT akan selalu ambil jalan tengah, washotiyah dan independen.
“Walisongo dulu tidak memihak kekuasaan, tetapi membimbing umat. Maka organisasi keturunannya pun harus mampu memainkan peran netral ditengah tengah umat, bukan pasif, tetapi aktif menengahi,” ujar yai hamid.
Senada dengan itu, wakil ketua DPP NAAT, Prof Dr. Imam Hambali, menilai bahwa NAAT mengedepankan persatuan dan kesatuan di tengah meningkatnya polarisasi sosial keagamaan di Indonesia. Ia menyebut bahwa organisasi NAAT harus tetap eksis memperdayakan umat.
“Karena organisasi yang memiliki legitimasi historis dan spiritual, maka NAAT harus hati-hati. Tetap menjaga independensinya,” ujarnya.
Kolaborasi tanpa Kooptasi
Mukernas juga membahas program-program strategis seperti pemberdayaan ekonomi santri keturunan walisongo, pendidikan karakter, serta kerja sama dengan berbagai ormas dan lembaga negara. Namun ditegaskan bahwa kerja sama tersebut tidak boleh menjurus pada kooptasi organisasi oleh pihak manapun.
“NAAT terbuka untuk sinergi dengan semua organisasi, bahkan dengan pemerintah, selama itu untuk maslahat umat, bukan untuk kepentingan sesaat,” kata Profesor Dr Atek dari Bogor, salah satu pengurus DPP NAAT yang aktif badan riset di BRIN.
Dalam dokumen hasil mukernas yang dibacakan pada sesi pleno, disebutkan bahwa NAAT akan fokus pada tiga bidang: penguatan nasab dan dokumentasi trah walisongo, advokasi kebudayaan Islam Nusantara, dan pembinaan kader muda melalui pendidikan pesantren dan universitas.
Peran Strategis di Masa Depan
Di tengah meningkatnya krisis identitas dan maraknya gerakan intoleran di media sosial, peran strategis NAAT semakin relevan. Organisasi ini diharapkan bisa menjadi jembatan nilai antara generasi muda dan nilai-nilai luhur Walisongo.
Menurut penelitian LIPI tahun 2023, masyarakat Indonesia masih memegang teguh kepercayaan terhadap tokoh agama dan keturunan wali sebagai simbol moralitas. Oleh karena itu, menjaga netralitas dan integritas NAAT bukan hanya kepentingan internal, tetapi juga kebutuhan umat.
“Kalau NAAT berhasil menjaga sikap tengahan, maka ia akan menjadi jangkar stabilitas umat, bukan hanya simbol historis,” pungkas Prof Dr Atek.
Mukernas NAAT kali ini menjadi penanda penting bahwa organisasi berbasis trah tidak hanya bicara tentang warisan darah, tetapi juga tanggung jawab nilai. Sikap menjaga jarak yang sama dengan semua pihak bukanlah bentuk menjauh, tetapi strategi mendekatkan umat kepada kebenaran, keadilan, dan persatuan. (*)












