Merajut Estafet Perjuangan Syekh Jumadil Qubro dalam Era Dakwah Menuju Indonesia Emas.

Oleh H Ikhsan Effendi
Wakil Ketua Syuriah NAAT
(Naqobah Ansab Auliya Tisah)

JOMBANG | kabarnahdliyin.com – Indonesia tidak dibangun dalam sehari, dan nilai-nilai yang menopangnya pun tumbuh dari akar sejarah panjang perjuangan spiritual, kultural, dan sosial. Di antara tokoh sentral penyebaran Islam di Nusantara, nama Syekh Jumadil Qubro menempati posisi penting sebagai pionir dakwah Islam yang damai dan transformatif. Sosok ini, yang diyakini sebagai leluhur para Wali Songo, bukan hanya mewariskan ajaran tauhid, tapi juga pendekatan dakwah yang relevan hingga hari ini.

Dalam konteks menyongsong Indonesia Emas 2045, cita-cita besar 100 tahun kemerdekaan bangsa, estafet perjuangan Syekh Jumadil Qubro tidak boleh hanya dikenang sebagai sejarah, tetapi harus dirajut sebagai inspirasi praktis dalam gerakan dakwah kontemporer.

Dakwah yang Membumi dan Mencerahkan

Syekh Jumadil Qubro dikenal bukan hanya karena garis keturunan mulianya—disebut-sebut berasal dari Bani Hasyim, keturunan Nabi Muhammad SAW—tetapi karena metode dakwahnya yang inklusif. Beliau tidak memaksakan Islam sebagai ideologi kekuasaan, melainkan menanamkan Islam sebagai ajaran kehidupan yang harmonis dengan budaya lokal.

Model dakwah seperti ini terbukti efektif membentuk wajah Islam Nusantara yang damai, toleran, dan adaptif. Islam tidak dibawa dengan pedang, tapi dengan akhlak, dialog, dan keteladanan. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, pendekatan ini sangat relevan: dakwah yang menghargai perbedaan, membangun titik temu, dan menjadikan Islam sebagai solusi atas persoalan umat.

Tantangan Dakwah Era Modern

Saat ini, tantangan dakwah jauh lebih kompleks. Era digital melahirkan masyarakat yang serba cepat, instan, dan penuh distraksi. Narasi keagamaan kerap tereduksi menjadi konten viral, bukan substansi spiritual. Bahkan, sebagian kalangan mempolitisasi agama untuk kepentingan jangka pendek.

Merajut estafet perjuangan Syekh Jumadil Qubro berarti mengembalikan dakwah ke ruhnya: mengajak, bukan mengejek; membimbing, bukan menghakimi; menguatkan, bukan memecah belah. Islam yang dibawa Syekh Jumadil Qubro adalah Islam yang membebaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, dan ketakutan dan ini adalah PR besar dakwah kita hari ini.

Dakwah sebagai Pilar Indonesia Emas

Indonesia Emas bukan sekadar visi ekonomi dan teknologi, tapi juga visi karakter dan peradaban. Tanpa landasan spiritual yang kuat, kemajuan hanya akan menghasilkan kehampaan moral. Di sinilah pentingnya dakwah sebagai fondasi pembentukan bangsa.

Estafet perjuangan Syekh Jumadil Qubro harus diwujudkan dalam bentuk dakwah yang membina generasi muda dengan nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan cinta tanah air. Islam tidak boleh hadir sebagai antitesis terhadap kemajuan, tetapi sebagai landasan etis yang menuntun peradaban. Spirit rahmatan lil alamin yang beliau wariskan harus mewarnai seluruh lini pembangunan, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga politik.

Dakwah Kultural dan Digital: Jalan Baru

Mengikuti jejak Syekh Jumadil Qubro berarti kita juga harus mampu membaca zaman. Jika dahulu dakwah dilakukan lewat pendekatan budaya dan lisan, kini medan dakwah telah meluas ke dunia digital. Media sosial, podcast, YouTube, hingga game edukatif adalah ruang dakwah baru yang harus diisi oleh para dai dan pendidik yang visioner.

Namun, perlu diingat bahwa digitalisasi dakwah bukan hanya soal kemasan, tetapi juga kualitas pesan. Semangat tasamuh (toleransi), tawazun (keseimbangan), dan tawadhu’ (kerendahan hati) harus tetap menjadi ruh dakwah, sebagaimana yang dicontohkan Syekh Jumadil Qubro dan para penerusnya.

Membentuk Kader Dakwah Masa Depan

Menjelang Indonesia Emas, regenerasi dai adalah hal krusial. Para pemuda harus diajak memahami sejarah ulama-ulama besar seperti Syekh Jumadil Qubro, tidak hanya lewat teks, tetapi lewat keteladanan dan aksi sosial. Pesantren, madrasah, dan kampus Islam harus menjadi pusat pembinaan dai yang cerdas secara spiritual, tajam secara intelektual, dan peka terhadap masalah sosial.

Estafet perjuangan ini tidak boleh putus hanya karena zaman berubah. Justru di era krisis identitas global, spirit dakwah yang bijak dan menyatukan seperti yang diwariskan Syekh Jumadil Qubro menjadi sangat relevan dan dibutuhkan.

Syekh Jumadil Qubro telah meletakkan fondasi dakwah Islam yang damai, progresif, dan berorientasi pada transformasi sosial. Merajut estafet perjuangan beliau dalam konteks Indonesia modern adalah tugas kita bersama. Dakwah hari ini bukan hanya tugas para ulama, tapi seluruh elemen bangsa yang ingin melihat Indonesia tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga matang secara spiritual.

Menuju Indonesia Emas, dakwah harus menjadi cahaya peradaban—menerangi bukan membakar, merangkul bukan mengusir. Inilah ruh perjuangan Syekh Jumadil Qubro yang mesti kita hidupkan kembali.(tim/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *