Lestarikan Budaya Leluhur Desa Bakalan Mengadakan Sedekah Bumi 

oleh -1,488 views

 

Jombang, JFI – Sedekah bumi adalah tradisi turun-temurun yang sudah dilaksanakan oleh warga masyarakat Desa Bakalan. Gelar Budaya dan Sedekah Bumi Desa Bakalan Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang, dipusatkan di Balai Desa Bakalan, Jum’at (10/6/2022) mulia pukul 09.00 WIB sampai selesai.

Hadir dalam kegiatan tersebut Camat Sumobito Mustagfirin AP, Letda Arm Mujianto Danramil 0814/11 Sumobito, Kanit Sabara Polsek Sumobito, Kepala Desa Bakalan Bapak H. Abdul Hamid serta perangkat Desa Bakalan Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang.

Sutarji Sekretaris Desa Bakalan menyampaikan bahwa sedekah bumi ini adalah acara untuk melestarikan peninggalan para leluhur Desa Bakalan yang menjadi tradisi turun-temurun warga masyarakat di Desa Bakalan Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang, dan sedekah Bumi merupakan bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas semua karunianya yang diberikan kepada warga.

“Berkat doa bersama para petani dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga tradisi tersebut dilaksanakan sampai dengan sekarang, selain itu acara Gelar budaya ini bertujuan untuk melestarikan budaya daerah agar tidak tergerus oleh budaya asing, disisi lain untuk anggaran sedekah bumi ini adalah swadaya dari masyarakat Desa Bakalan” kata Sutarji.

Kegiatan sedekah bumi ini merupakan wujud syukur dari warga Bakalan dan bertujuan untuk memupuk rasa gotong-royong antar warga serta mewujudkan persatuan antar warga, bangsa dan negara.

“Desa Bakalan filosofinya berasal dari sembilan orang sakti. Konon, kesembilan orang sakti dua diantaranya kakak beradik pada tahun 1598 mereka semua ingin membabat hutan itu menjadi Desa. Maka dari itu dibentuk rombongan yang dipelopori oleh saudara yang paling tertua bernama Gareng. Karena saat berbicara kaku, maka ketua rombongan itu dijuluki dengan sebutan Mbah Bekuk inilah yang membabat desa Bakalan,” imbuhnya.

Mbah Bekuk mencari wangsit atau petunjuk dari Tuhan penguasa alam karena awal sebelumnya, terdapat beberapa orang yang ingin membabat hutan namun hilang begitu saja,” kata Sutarji.

Tak lama kemudian, Mbah Bekuk mendapatkan bisikan yang menjadi tantangan yang harus dilakukan usai membabat hutan.

Dari wangsit tersebut berbunyi, hutan dapat ditebang dengan syarat harus mengadakan selamatan tiap tahun yang sajiannya tumpeng dan disembelihkan seokor gajah. Namun beriring waktu persembahan digantikan dengan hewan yang kulitnya menyerupai gajah yaitu kerbau yang sampai saat ini tiap tahun tetap dipertahankan warisan leluhur tersebut.

Menurut Gento sapaan akrab salah satu tokoh muda Desa Bakalan dari zaman dahulu perayaan upacara berdirinya Desa ini sangat besar. Seperti slamatan dengan menyembelih kerbau jantan dan membakar banyak dupa untuk gelar doa bersama di balai desa.

“Sekarang agenda atau perayaan ini tetap dilaksanakan tetapi tidak sebesar sebelumnya. Tradisi tumpengan atau makan dan doa bersama tetap dilaksanakan,” kata Gento.

Sementara pria yang kerap disapa Gento mengharapkan, masyarakat tidak harus melupakan sejarah. Selama kala itu mengingat, disarankan sambung doa dan memberikan kebaikan bersama.

“Semoga dengan masih utuh dan tampak bangunan makam Ki Ageng itu, masyarakat bisa mengingat dalam melakukan sesuatu hal kebaikan bersama. Berupaya Desa ini menjadi desa yang penduduknya ramah dan rukun bersama,” pungkasnya. *(Kay)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.