JOMBANG, KN – Barangkali kita tidak bisa melihat sebelah mata akan perjuangan yang digelerakan oleh KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia), sejak perkumpulan atau perjumpaan Ulama Perempuan ini terkonsolidasi. Akan tetapi tidak bisa juga dipungkiri bahwa peran NU juga ada dalam terkonsolidasinya KUPI tersebut, seperti yang ditulis Neng Dara Affiyah, salah satu Perempuan yang pernah duduk di Komisioner Komnas Perempuan pada 2006-2010.
Dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa, dirinya sering berseberangan dengan Ketua Umum PBNU, “Meski kami sering berseberangan dan dimarahi oleh KH. Hasyim Muzadi, (Ketua Umum PBNU kala itu), tetapi Kami pantang menyerah untuk suatu visi yang hendak kami perjuangan melalui organisasi ini,” tulis Neng Dara, tanpa menjelaskan bagaimana sikap Al Maghfrullah Kiai Hasyim Muzadi pada KUPI waktu itu.
Terlepas sikap Kiai Hasyim Muzadi tersebut, KN berhasil menemui KH. Husein Muhammad, selaku Ketua Dewan Penasehat KUPI, Ia mengatakan bahwa ada momen pertemuan yang mengakui keberadaan ulama perempuan, “Momen itu adalah momen pertemuan antar para ulama yang diselenggarakan deklarasi eksistensi para ulama perempuan pertama kali di Indonesia yakni di Jawa Barat, pertemuan atau Kongres Ulama Perempuan ini mengakui eksistensi Ulama Perempuan, memang banyak yang memperdebatkan,” kata Kiai Husein Muhammad kepada Kabar Nahdliyin di Pondok Pesantren As’ Sa’idiyyah 2 Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Sebab, berabad abad lamanya, lanjut Kiai Husein, istilah ulama hanya untuk kaum laki laki, bukan untuk kaum perempuan, padahal kemampuan intelektual dan ilmu sosial keagamaan perempuan tidak kalah dengan laki laki, “Kemampuan intelektual, ilmu sosial dan ilmu keagamaan tidak kalah dengan laki laki, kenapa pengakuan terhadap eksistensi ulama perempuan tidak nampak, apakah istilah Ulama hanya untuk Laki laki. Alhamdulillah mulai ada respon dari Negara kita Indonesia maupun lembaga internasional, seperti pada Kongres I KUPI pertama kali diadakan di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy J;. Kb Melati No 2, Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, telah membuktikan adanya respon itu,” Kiai Husein lagi yang juga sebagai penggas KUPI.
Ketua Dewan Penasehat KUPI lalu menjelaskan, bahwa Ulama, Laki laki atau Perempuan memiliki kesetaraan keadilan, komitmen memperjuangkan keadilan, menyangkut adanya pendholiman, “Mestinya penyebutan Ulama itu untuk laki laki dan Perempuan sehingga ada kesetaraan dan keadilan, kenapa hanya untuk laki laki kata –kata Ulama itu. eksistensi Ulama Perempuan harus diakui, selama ini hanya asumsi asumsi keulamaan saja, dan lagi peran Ulama Perempuan sangat besar, menurut saya Ulama sendiri bisa untuk laki laki maupun perempuan yang memiliki kesetaraan keadilan, atau istilah Ulama Perempuan laki laki juga ikut didalamnya,” jelas Ketua Dewan Penasehat KUPI.
Mengenai topik pembahasan dalam KUPI yang akan datang sangat dinamis, bisa tentang radikalisme, “Karena soal radikalisme ini sudah membawa perempuan ikut didalamnya seperti Afghanistan, Saudi Arabia, rupanya perempuan dan radikalisme dihubung hubungkan, juga mengenai pencegahan perkawinan dibawah umur, tentang larangan haram hukumnya perempuan di khittah, perlu diingat bahwa soal gender itu bukan masalah perempuan saja,” katanya lagi.
Ditambahkan lagi, seperti halnya kenapa Perempuan tidak boleh menjadi Imam dalam Sholat, “Jangan jangan larangan ini hanya berdasarkan asumsi bukan agama, kenapa perempuan tidak boleh menjadi Imam ini harus menjadi pembahasan karena perempuan juga Ulama, makanya nanti ada Bahtsul Masail,” tambahnya lagi.
Menurut rencana KUPI II akan dilaksanakan pada 23-26 Nopember 2022 di UIN Wali Songo Semarang sementara Kongres Ulama Perempuan Indonesia pada 24-26 Nopember 2022 di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara Jawa Tengah, dengan Tema “Meneguhkan Ulama Perempuan Untuk Peradaban yang Berkeadilan,” Ketua Panitia pada KUPI II, Hj. Badriyah Fayumi, menjelaskan bahwa KUPI II lanjutan dari KUPI I.
“Kita melanjutkan KUPI I, dalam hal reformasi Ulama Perempuan, Kita pingin KUPI sebagai gerakan dalam rangka meneguhkan eksistensi Ulama Perempuan Indonesia, makanya KUPI II membahas nilai nilai Keislaman, Kebangsaan, Kemanusiaan dan Kesemestaan dengan pedekatan keadilan yang hakiki,” kata Perempuan yang juga anggota A’wan PBNU ini. (mu)