JOMBANG | KABARNAHDLIYIN.COM – Dalam khazanah sejarah pesantren di Indonesia, nama KH Muhammad Lamro Asy’ari tidak bisa dikesampingkan. Ia adalah tokoh penting di balik lahirnya Perguruan NH Perkasa dan menjadi salah satu inisiator utama berdirinya organisasi pencak silat NU yang kini dikenal luas: Pagar Nusa.
Lahir di Ponorogo dan kemudian nyantri di Tebuireng, KH Lamro Asy’ari menyaksikan langsung bagaimana santri-santri dari berbagai daerah membawa tradisi silat mereka sendiri. Namun karena tidak adanya koordinasi, latihan-latihan ini kerap mengganggu ketertiban pondok, bahkan memicu konflik kecil antarsantri.
1982: Lahirnya Perguruan NH Perkasa
Melihat situasi itu, KH Lamro bersama para senior lainnya menemui KH Yusuf Hasyim, pengasuh Pondok Tebuireng saat itu, dan mengusulkan agar latihan silat dikoordinasi oleh pesantren. Usul tersebut disetujui. Maka lahirlah Perguruan NH Perkasa pada 2 November 1982.
Nama Nurul Huda diperoleh setelah sowan ke KH Syamsuri Zen, yang setelah beristikharah, bermimpi mendapat nama itu sebagai petunjuk ilahi. Sedangkan kata Perkasa adalah akronim dari “Pertahanan Kalimat Syahadat”, yang juga terinspirasi dari pengalaman KH Lamro mengikuti perguruan silat Batara Perkasa semasa muda di Ponorogo.
Perguruan ini tidak hanya menjadi wadah silat santri, tetapi juga menjadi sarana dakwah dan pembinaan karakter yang berbasis pesantren.
1985: Awal Lahirnya Pagar Nusa
Tak berhenti di sana, KH Lamro menggagas adanya wadah lebih besar yang menaungi seluruh aliran pencak silat di lingkungan NU. Pada 27 September 1985, sebuah rapat besar digelar di Tebuireng. Dihadiri oleh tokoh-tokoh besar seperti KH Yusuf Hasyim, KH Atho’illah Iskandar, KH Abdurrahman Usman, dan Gus Maksum dari Lirboyo—pertemuan ini menjadi tonggak berdirinya Pagar Nusa (Pagarnya Nahdlatul Ulama dan Bangsa).
Rapat lanjutan digelar di Lirboyo, dan dari sinilah terbentuk struktur organisasi Pagar Nusa dengan KH Lamro Asy’ari sebagai Sekretaris I dan Gus Maksum sebagai Ketua Umum pertama.
Jejak yang Tak Terhapus
Kini, Pagar Nusa menjadi organisasi pencak silat terbesar di lingkungan NU, menyatukan ribuan pendekar dari berbagai daerah dan perguruan dalam satu ikatan keagamaan, budaya, dan bela negara.
KH Lamro Asy’ari telah membuktikan bahwa perubahan besar bisa lahir dari ruang kecil bernama pesantren. Bahwa pencak silat bukan sekadar warisan leluhur, tetapi juga jalan dakwah, benteng moral, dan penjaga marwah umat. (Tim)












