Oleh: M. Ikhsan Effendi
JOMBANG | KABARNAHDLIYIN.COM – Di tengah dinamika politik nasional pasca Pemilu 2024, satu fenomena menarik mencuat ke permukaan: kebangkitan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang berhasil menembus ambang parlemen untuk pertama kalinya. Tak sedikit yang menyebut keberhasilan ini bukan semata kerja internal partai, tetapi juga karena pengaruh langsung dan tidak langsung dari Presiden Joko Widodo.
Dikenal sebagai tokoh populis dengan basis massa besar, Jokowi dinilai sukses menyulap PSI dari partai kecil menjadi ‘partai gajah’ baru, yang kini mulai menapaki pentas kekuasaan nasional. PSI bahkan diprediksi akan menjadi kekuatan politik alternatif dalam konstelasi parpol nasional, khususnya dalam memikat suara anak muda dan kelas menengah.
*Dukungan Halus yang Terasa Nyata*
Meskipun secara formal Jokowi bukan kader PSI, namun kehadiran putra sulungnya, Kaesang Pangarep, sebagai ketua umum partai, mengukuhkan ikatan psikologis dan simbolis antara Presiden dengan partai tersebut. Tidak sedikit analis politik menyebut bahwa “PSI adalah perpanjangan tangan politik Jokowi”.
Langkah-langkah seperti penggunaan narasi “Jokowi adalah kita”, sikap PSI yang nyaris selalu membela kebijakan pemerintah, serta intensitas relasi antara kader PSI dan lingkar kekuasaan, memperkuat keyakinan bahwa PSI adalah kendaraan politik baru yang sedang disiapkan untuk era pasca-Jokowi.
“Jokowi seperti mentransfer sebagian kekuatannya ke PSI. Ini bukan sekadar endorsement, ini strategi regenerasi kekuatan,” ungkap pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno.
*Mengisi Ruang yang Kosong*
Partai-partai besar seperti PDI Perjuangan dan Golkar telah lama mengakar, namun seringkali kehilangan sentuhan dengan kelompok muda urban. PSI memanfaatkan celah ini dengan komunikasi digital yang agresif, narasi kebersihan dari korupsi, serta figur muda yang segar. Dukungan Jokowi memberi legitimasi elektoral dan moral, mempercepat daya penetrasi partai ke berbagai segmen pemilih.
Keberadaan PSI yang kini mulai diperhitungkan bukan hanya karena struktur organisasinya, tetapi juga karena jaringan kekuasaan Jokowi yang masih sangat kuat di tahun-tahun terakhir pemerintahannya.
Banyak pihak menilai ini sebagai “warisan politik” Jokowi, yakni menyiapkan satu partai baru yang bisa menjaga dan melanjutkan visi politiknya di masa mendatang.
*Efek Jokowi Tak Terbantahkan*
Dalam pemilu 2024, PSI yang sebelumnya tidak memiliki kursi DPR RI secara mengejutkan menembus ambang batas parlemen 4%, bahkan mengalahkan sejumlah partai lama. Hasil ini, menurut survei LSI, dipengaruhi secara signifikan oleh faktor “presidential coattail effect” dari Jokowi.
Menurut Burhanuddin Muhtadi, “Ada magnet elektoral yang dibawa oleh nama Jokowi, dan PSI memanfaatkannya dengan sangat efektif. Nama Jokowi lebih kuat dari nama partai.”
*Kritik dan Tantangan*
Namun kebangkitan PSI juga tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak menilai keterlibatan keluarga presiden dalam politik praktis bisa menimbulkan potensi dinasti politik dan memperlemah demokrasi. PSI juga masih harus membuktikan kapasitasnya dalam legislatif, apakah benar-benar membawa ide progresif, atau hanya menjadi kendaraan kekuasaan baru.
“Pertanyaannya bukan hanya apakah PSI bisa besar, tapi apakah PSI bisa dewasa dalam berpolitik,” ujar pengamat dari CSIS, Arya Fernandes.
Suka atau tidak, Jokowi telah membuktikan dirinya bukan sekadar pemimpin negara, tapi juga arsitek kekuatan politik baru. Dengan strategi senyap namun efektif, ia menempatkan PSI dalam jalur kekuasaan baru. Ini bisa menjadi awal dari pergeseran besar peta politik nasional, di mana suara muda dan loyalis Jokowi menemukan rumah barunya. (*)
PSI mungkin belum sekuat PDIP atau Golkar, tapi dengan sentuhan Jokowi, ia telah berubah dari semut menjadi gajah yang mulai berlari.












