JOMBANG, KN – H. Masrur (Mantan Pengurus GP Ansor Kabupaten Jombang) mengaku prihatin lahirnya surat dari PWNU Jawa Timur yang resmi menyerahkan dukungan PWNU dan PC NU se-Jatim kepada Gus Yahya atau KH. Yahya Cholil Staquf pada Muktamar NU 34 di Lampung nanti, seperti diberitakan bahwa PWNU dan PCNU Se-Jatim mengusung KH. Miftachul Ahyar sebagai Rois Aam dan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU, “Saya share berita ini bukan berarti saya setuju dengan cara dan model kandidasi yang dilakukan oleh PWNU Jawa Timur, bahkan saya sangat tidak setuju apa yang dilakukan PWNU Jawa Timur, “tulisnya dalam sebuah group kader NU.
Ia lalu menjelaskan apa yang membedakan NU dengan ormas lain, menurutnya NU bukan ormas sembarangan, jadi yang menjadi Ketua Umum juga harus melalui proses yang tidak sembarangan pula, “NU itu adalah ormas langit, yang setiap keputusan pentingnya lebih berdasar atas petunjuk langit, “jelas Masrur.
Dijelaskan bahwa dalam AD-ART NU tahun 2015 jelas ditegaskan bahwa, mengenai pemilihan dan penetapan pengurus, “Pada ART NU Pasal 40 Rois Aam dipilih langsung melalui musyawarah mufakat dengan sistem AHWA (Ahlul Halli Wal ‘Aqdi) sementara Ketua PBNU dipilih langsung oleh Muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara, dengan terlebih dahulu menyampaikan ketersediannya dan masih banyak mekanisme yang lain, peraturan ini dibikin oleh peserta Muktamar, jadi kalau sekarang muncul dukungan secara terbuka seperti dilakukan PWNU Jatim saya kok melihat PWNU Jatim terburu buru, mestinya melihat peraturan yang telah dibikin sendiri dalam Muktamar,” jalas Masrur lagi.
Selain menyayangkan langkah PWNU Jatim Masrur juga berharap PWNU yang lain tidak mengikuti langkah PWNU Jatim, agar NU sebagai ormas langit tidak mencidrai AD-ART yang dibikin sendiri, “Semua ormas tentu ada mekanismenya dalam memilih dan menetapkan pengurusnya, apalagi NU yang menurut saya bukan ormas sembarangan, tentu harus memberi contoh yang baik dalam berorganisasi, mengenai mekanisme pemilihan Rois Aam dan Ketua Tanfidziyah sudah ada mekanismenya,” harapnya.
Apa yang disampaikan ini tentu bukan berarti dia tidak setuju dengan jago yang diusung PWNU Jatim, melainkan murni ingin melihat NU sebagai Jamiyah Diniyah menjunjung tinggi peraturan organisasi yang telah disepakati, “Saya hanya membayangkan bagaimana kalau aturan organisasi dilanggar, sementara kesepakatan itu dibuat sendiri, setiap kita tentu harus menegakkan aturan berorganisasi sebagai penjaga disiplin beorganisasi, jika disiplin organisasi di NU jebol siapa yang mau memperbaiki, “tuturnya.
Tidak lupa, mantan Pengurus GP Ansor Jombang ini minta maaf, jika yang disampaikan terasa tidak cocok dihati para pengurus PWNU Jatim, karena dirinya merasa hanya sebagai warga NU biasa, “Saya minta maaf kepada para masyayikh dan para Ulama bil khusus kepada Kiai dan Pengurus PWNU Jatim, jika tidak berkenan dengan kritik yang saya sampaikan, “pintanya.
Sementara itu, meski di media sosial ramai dibicarakan siapa bakal calon kuat Ketua PBNU di Muktamar NU ke 34 nanti, ternyata tidak membuat tertarik bagi KH. Imron Rosjadi untuk membicarakan hal itu, Pengasuh PP Al Mimbar Sambong Jombang ini, meski sebelumnya telah menawarkan KH. Prof. Dr. Ali Mashan Musa, M.Si (Mantan Ketua PWNU Jawa Timur) sekarang Rektor UNISKA Kediri sebagai Ketua Umum PBNU, “Kalau kita mau jujur yang memenuhi syarat memimpin PBNU yakni, Kiai Ali Mashan, tetapi saya juga bukan peserta Muktamar, cuman bisa memberi usulan, jika kita ingin menyelamatkan NU, “kata Kiai Imron Rosjadi.
Kiai yang juga Penasehat MA Albairuny Sambong Jombang ini lalu menjelaskan, bahwa KH. Ali Mashan asli kader NU dari bawah, pernah memimpin PMII, “Kiai Ali Mashan itu menjadi Ketua PWNU Jawa Timur setelah KH. Hasyim Muzadi, pernah menjadi Anggota DPR RI, dosen pasca sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, ilmu kitab kuning, manteq, balaghoh, tafsir tidak perlu diragukan lagi, dan yang paling tidak kalah penting Kiai Ali Mashan juga faham betul tentang Khittoh NU 1926, karena itu layak dia memimpin PBNU agar NU tidak terpecah-pecah, wis wayahe Kiai Ali Mashan pimpin PBNU, “kata Kiai Rosjadi lagi.
Kiai Rosjadi lalu mengajak mengenang mBah KH. Nur Salim yang juga teman seperjuangan KH. Hasyim Asy’ari, “Saya ini sudah NU, sebelum lahirnya NU, karena mBah Saya, KH. Nur Salim adalah teman seperjuangan dengan KH. Hasyim Asy’ari, keduanya saling bantu membantu dalam masalah perjuangan, satu contoh ketika membuat lembaga pendidikan Pondok Pesantren dan Madrasah, keduanya saling bantu membantu itu sebelum NU lahir, karena itu mari kita doakan semoga NU kedepan sebagai warisan dari beliau berdua dipimpin orang yang tepat, seperti yang dikehendaki beliau berdua, rasanya saya sendiri pingin menangis melihat perkembangan NU akhir-akhir ini,” katanya dengan lirih.
Pada Muktamar NU ke 3 di Penilih Surabaya, mBah Nur Salim terjun langsung sebagai peserta Muktamar, “Surat surat yang diberikan mBah Hasyim Asy’ari masih bisa kita baca, coba lihat sejak dulu mBah Nur Salim aktif membantu mBah Hasyim Asy’ari dalam perjuangannya mendirikan NU, oleh karena itu, menjelang Muktamar NU ke 34 ini tidak lupa saya berdoa bersama para kiai lainnya di makam mBah Nur Salim dan mBah Hasyim Asy’ari serta masyayikh pendiri NU lainnya, agar NU diselematkan oleh Allah SWT, kita tidak bisa berbuat apa – apa jika NU seperti sekarang NU, sekali lagi semoga Allah SWT mengabulkan doa kita, “kata Kiai Rosjadi lagi.
Terkait calon yang ditawarkan kepada Muktamirin, ia minta dimaknai sebagai bentuk keseriusan dan kewajiban moral ikut membenahi NU, “Sebagai Dzuriyah mBah Nur Salim yang ikut berjuang mendirikan NU bersama mBah Hasyim Asy’ari, saya punya kewajiban moral untuk urun rembuk demi perbaikan NU kedepan, “kata Abah Imron Rosjadi. (mu)