,

Autada Kendaraan Baru Ulama Tapal Kuda

oleh -776 views
Kyai Mawardi Abdul Wahid, Kawatir NU menjadi NJ
AUTADA Kendaraan Cadangan Ulama Tapal Kuda

PROBOLINGGO KN – Di dalam Jamiyah Nahdlatul Ulama istilah Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah) sudah manjadi makanan keseharian bagi warga NU, apalagi dalam lembaga Pedidikan NU yang dikelola oleh para Kyai – kyai NU, begitu pula pada Lembaga Ma’arif yang dimiliki oleh NU. Ma’arif NU merupakan garda terdepan dalam menyajikan pelajaran ke-NU-an dan ke-Aswaja-an kepada peserta didik, tujuannya agar peserta didik paham akan Aswaja dan Jamiyah Nahdlatul Ulama.

Begitu juga pada lembaga pendidikan non formal Pondok Pesantren NU, pelajaran wajib adalah Aswaja. Pendek kata Kyai – kyai NU zaman dulu begitu sangat hati – hatinya menjaga dan memahamkan firqoh Ahalussunah Wal Jamaah kepada para santri. Karena itu, tidak heran jika warga NU begitu cinta kepada NU. Namun kini zaman telah berubah, kebesaran NU sebagai Jamiyah Diniyah dalam mengusung Aswaja terasa tergerus, sehingga banyak yang rindu suasana ke – NU – an zaman dulu.

Seperti disampaikan, KH. Mawardi Abdul Wahid, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qodim, Probolinggo, Jawa Timur, ia mengaku sebagai warga NU yang kecewa kepada Pengurus NU yang nyeleneh. “NU secara umum sangat memprihatinkan sebab, Pengurus NU dari PB sampai PC banyak yang keaswajaanya diragukan, dan itu dapat diketahui dari caranya berucap dan bertindak,” katanya kepada Kabar Nahdliyin melalui WhatsApp.

Dampaknya, lanjut Kyai Mawardi, banyak warga NU yang tidak simpatik kepada pegurusnya sendiri, “Warga NU kurang simpatik mendengarkan wejengan pengurus NU yang dinilai ngelantur, dan malas menghadiri acara acara yang diselenggarakan oleh NU struktur, mereka lebih suka menghadiri acara acara yang diselenggarakan oleh majelis – majelis sholawat, dzikir dan Majelis Ta’lim yang diselenggarakan oleh warga NU kultural,” lanjutnya.

Dijelaskan, Pengurus NU yang nyeleneh – nyeleneh mulai ditinggalkan umat, “Ada kesan bahwa Pengurus NU yang nyeleneh – nyeleneh ditinggalkan oleh ummatnya. Ironisnya pengurus NU yang suka kontroversi itu jumlahnya semakin banyak, sehingga tidak menutup kemungkinan warga yang tidak simpati terhadap NU juga semakin banyak. Jika ini dibiarkan NU mungkin selamanya NU namun tidak Nahlatul Ulama melainkan Nahdlatul Juhala,” jelasnya prihatin.

Terkait menggapi gagasan Almarhum Kyai Aziz Masyhuri, Pengasuh Pondok Pesatren Al Aziziyah Denanyar Jombang, agar NU keluar dari keruwetan, menurut Kyai Aziz Masyhuri kala itu, Pengurus PBNU harus dibagi menjadi dua klaster, Pertama Pengurus PBNU Dakwah Tarbiyah dan kedua Pengurus PBNU Politik.

Menurut Kyai Mawardi, gagasan tersebut bagus, tetapi harus digarap oleh orang yang bagus juga, “Idenya bagus, tetapi apabila tidak digarap oleh orang yang bagus hasilnya pasti tidak bagus. Kaidahnya sapu yang kotor tidak bisa membersihkan lantai yang kotor,” tuturnya.

Kyai asal Probolinggo ini mengibaratkan NU seperti mobil tergantung sang supir, “NU itu sebuah kendaraan besar dinaiki oleh warga ASWAJA yang dikendalikan oleh sopir dan segenap tim yang ahli untuk menuju mendapatkan ridlo dan surganya Allah. Tiba tiba di tengah jalan sopir dan tim yang ahli ini digantikan oleh sopir dan tim yang tidak ahli lalu membelokan kendaraan kearah murka dan nerakanya Allah,” katanya.

Maka yang harus segera dilakukan tambahnya, “Yang harus segera dilakukan adalah Pertama mengingat sopir, kalau tidak bisa diingatkan ya diganti sopirnya. Kedua, jika yang pertama tidak mungkin dilakukan ya turun dari kendaraan itu ganti dengan kendaraan lain yang yang tujuannya kenceng menuju ridlo dan surga Allah. Dan kami sudah punya cadangan kendaraan dengan nama AUTADA aliansi Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah tapal kuda,” tambahnya. (mu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.