Oleh Gus Huda B.Sc
JOMBANG | KABARNAHDLIYIN – Dalam kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan orang-orang yang mencintai Al-Qur’an, kita sering diingatkan untuk menjaga ucapan dan sikap. Jangan sampai lisan kita menjadi penyebab dosa yang tidak hanya menimpa diri sendiri, tetapi juga membebani orang lain. Kita tidak boleh mengajak orang lain berbuat maksiat atau melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan fitnah, karena akibatnya bisa berbalik menjadi dosa bagi kita sendiri.
Seringkali, tanpa kita sadari, ada orang yang berusaha terlihat suci atau lebih baik di hadapan orang lain dengan cara merendahkan sesama. Mereka seolah ingin mensucikan diri dengan menghina orang lain, seakan-akan hanya dirinya yang paling benar atau paling bersih. Padahal, sikap seperti ini justru berbahaya. Mensucikan diri bukanlah dengan mencela orang lain, melainkan dengan memperbaiki diri sendiri. Tidak pantas kita menghina orang lain hanya demi menaikkan derajat kita sendiri.
Betapa banyak orang yang merasa dirinya mulia, padahal lisannya tajam seperti anjing yang mencabik-cabik. Ada pula yang ringan sekali mencabut aib atau kelelahan orang lain demi kesenangan sesaat. Mereka merasa enak memandang rendah orang lain, sementara diri sendiri pun tak luput dari kekurangan. Namun, semua itu terasa enteng bagi mereka yang hatinya belum ditempa untuk mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal, hanya dengan mendekat kepada-Nya lah hati menjadi tenteram.
Kita harus ingat, hidup ini penuh ujian. Kita tidak boleh mendekati maksiat hanya demi harapan dipilih atau diangkat derajatnya oleh manusia. Ujian adalah cara Allah mendekatkan kita kepada-Nya. Segala pujian, kehormatan, bahkan cobaan, hanyalah jalan untuk menguji siapa yang tetap teguh di jalan-Nya. Hidup dan nasib kita, bahkan nasib anak-anak kita, semuanya berada dalam genggaman Allah. Kita boleh berusaha ke kanan atau ke kiri, tetapi yang menentukan hasil akhirnya tetap Allah SWT.
Persaingan yang tidak sehat, baik dalam seni, budaya, atau perlombaan apa pun, bisa memicu sikap saling menjatuhkan. Ada orang yang ingin naik dengan cara menjelekkan orang lain yang kebetulan terpilih atau dipuji. Jika kita tidak terpilih atau tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, maka sebaiknya cukup mengucap Alhamdulillah, sembari menjaga hati agar tidak iri atau dengki. Jangan sekali-kali mencampurkan niat ibadah dengan urusan dunia semata, apalagi memamerkan amal hanya untuk dipuji orang lain.
Riya adalah penyakit hati yang harus dihindari. Teriak-teriak soal amal kebaikan, pamer ibadah, atau merasa lebih suci justru menjauhkan kita dari keikhlasan. Dalam majelis, di mana pun kita berada, kita harus meyakini bahwa tidak ada sekat antara kita dengan orang lain. Kita semua sama di hadapan Allah SWT; yang membedakan hanyalah ketakwaan.
Jangan merasa bangga diri seolah dunia dan akhirat sudah pasti menjadi milik kita. Kesombongan semacam ini bisa menghapus nikmat Allah dari hidup kita. Selain itu, kita juga dilarang menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat karena ucapan atau perbuatan kita.
Mari kita belajar menjaga lisan dan hati. Mensucikan diri bukanlah dengan menghina orang lain, tetapi dengan memperbaiki diri, ikhlas dalam beramal, dan tetap rendah hati. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita semua dari penyakit hati, dan menjauhkan kita dari kesombongan, iri, dan riya. Aamiin. (Hadi)












